Selamat Jalan Gusdur


Nama Gus Dur identik dengan pluralisme. Ia menjadi rujukan kaum minoritas dan mereka yang dianggap sebagai ‘liyan’, the others. Gus Dur tak segan melawan arus besar, untuk melindungi kaum lemah.Dialah salah satu penggagas teologi pluralisme yang menghargai perbedaan. Dari mana Gus Dur mengembangkan ide-idenya? Rumadi, salah satu intelektual muda NU, mengatakan dalam sebuah wawancara, bahwa sesungguhnya Gus Dur sempat mendukung gagasan-gagasan Ikhwanul Muslim. Ikhawanul Muslimin di Indonesia saat ini diadaptasi oleh Partai Keadilan Sejahtera.Tahun 1970-an, di masa mahasiswa, Gus Dur adalah seorang pencari kebenaran tanpa henti. Ia tak mau berhenti pada satu tafsir tentang Islam.Di Mesir dan terutama di Irak, Gus Dur mulai mengenal varian nasionalisme Arab dan sosialisme. Gamal Abdul Nasser, pemimpin nasionalis Mesir, membuka peluang pemikiran-pemikiran Islam masuk dan berkembang.Di Irak, di Universitas Baghdad, Gus Dur terkagum-kagum dengan sosok Saddam Husein. Namun, petualangan Gus Dur di kancah epistemologi nasionalisme dan sosialisme Arab ini tak bertahan lama, setelah Azis Badri, seorang ulama terkenal di Irak tewas dibunuh.Intelektualisme Gus Dur tak hanya terbentuk oleh pergumulannya dengan ideologi-ideologi modern. Gus Dur juga dikenal rajin berziarah ke makam para wali. Salah satunya ke makam Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani, oendiri tarekat Qadiriyah. Gus Dur juga mendalami ajaran Imam Junaid Al-Baghdadi.Petualangan Gus Dur hingga Universitas McGill, Kanada. Ia mempelajari ilmu-ilmu kajian Islam. Tak lama di sana, Gus Dur pulang ke Indonesia, menyemai pemikirannya bersama kelompok-kelompok studi dan organisasi non pemerintah. Salah satunya adalah Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) yang dimotori para intelektual muslim muda seperti Dawam Raharjo, Aswab Mahasin, dan Adi Sasono.LP3ES menerbitkan jurnal yang punya reputasi cukup mentereng di era 1970-1980-an: Prisma. Di Prisma, Gus Dur mulai mengobarkan semangat serupa Teologi Pembebasan di Amerika Latin melalui tulisan-tulisannya di Prisma. Ini sebuah teologi yang menempatkan agama sebagai advokat bagi kaum lemah dan terpinggir dalam proses pembangunan.Kebetulan negara-negara dunia ketiga tengah bersemangat dengan ideologi developmentalisme. Dari Gus Dur meluncurlah apa yang disebut sebagai ‘Pribumisasi Islam’.Wacana ini setara dengan konsep ’sekularisasi’ Nurcholish Madjid yang mengetengahkan jargon: Islam Yes, Partai Islam No. Pribumisasi Islam adalah sebuah upaya untuk menampik tafsir tunggal ‘Islam sama dengan Arab’ alias Arabisasi.Pribumisasi Islam sangat menghargai nilai-nilai lokal dalam praktik Islam sehari-hari. Islam tak selalu Arab, karena umat Islam tumbuh di kultur masing-masing, termasuk di Indonesia. Salah satu aktualisasi Pribumisasi Islam adalah menampik berdirinya negara teologi di Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah final.Gus Dur satu garis dengan ulama Mesir, Ali Abdul Raziq, yang menyatakan tak ada negara Islam. Tak heran, saat Rezim Orde Baru menyatakan Pancasila sebagai asas tunggal semua organisasi dan partai politik, Gus Dur enteng saja menerima. Padahal, gagasan asas tunggal ditentang oleh sejumlah organisasi massa Islam.